Saturday, October 05, 2013

Pelajaran Arts Kelas 5 di South Wagga Primary

Ini hasil kerja Fida dari salah satu aktivitas belajar untuk mata pelajaran Arts di Kelas 5 SD di Wagga. Sayang kena percikan air akibat dipajang di depan kulkas.

Aturan kadang muncul dari anak

Suatu akhir pekan, saya sibuk di rumah karena beberapa meeting online dengan teman guru di Indonesia.

Si Kakak dan adiknya kuingatkan untuk tidak ribut.
Kelihatannya mereka paham.

Tapi setelah berjam-jam saya sibuk, si kecil mulai beraksi. Maka saya pun melayaninya sambil sibuk di dapur, sambil nulis, sambil melayani permintaannya untuk main catur. Setelah biji caturku kugerakkan, saya mengerjakan pekerjaanku. Setelah dia manggil, saya datang lagi. Dia pun dengan sabar menjelaskan pergerakan caturnya.

Saya paham bahwa hal ini tak nyaman bagi sikecil, karena saya tidak fokus. Setelah banyak bersabar, akhirnya dia membuat aturan tertulis seperti pada gambar di bawah.

Saya diberi waktu untuk menyelesaikan pekerjaan saya, dan saya diberi aturan bahwa mulai jam 6 hingga jam 9.30 malam, saya tak boleh menyentuh alat-alat elektronik. Waktu itu hanya boleh digunakan untuk bermain catur dengannya, belajar tapi bersama Ibu dan Fida, membacakannya buku atau dia membacakan buku untukku, dan menonton film.

Saat kubilang, artinya saya kan tak bisa juga menyalakan TV. Dia bilang, dia sendiri yang akan menyalakan TV nya.

Malam itu, kami pun nonton bareng.

Akhirnya, malam itu kami menikmati nonton bareng. Ayahnya tersenyum melihat aksi si bungsu.

Biarkan anak berkreativitas

Inilah yang terjadi dengan Fida. Beberapa hari berturut- turut, video tentang bikin kue menjadi perhatiannya. Dia akhirnya memutuskan mau bikin cheese cake.

Walah, bahan-bahannya mahal-mahal juga ya. Kalau beliin cheese cake yang sudah jadi, mungkin lebih murah. yang harga sekitar 35 dollar sdh enak. Tapi pikir demi pikir, akhirnya saya dukung. Bukankah ini kesempatan belajar baginya. Belajar sering bisa efektif bila inisiatifnya datang dari anak itu sendiri.

Rasanya sangat enak. Cuma dia agak kecewa, karena creamnya nggak bisa jadi. Dia sudah mencobanya beberapa kali.

Padahal rencananya mau menghias kuenya. Nah, akhirnya cheese cakenya yang enak itu tidak maksimal penampakannya.

Maafkan Ibu ya Nak, karena Ibu juga tidak menguasai ini. Tapi enak kok. Well done Adek Fida. Kak Fika, Ayah dan Ibu senang dan bangga dengan karya yang sudah luar biasa ini.

Anakku lagi-lagi membelajarkanku

Catatan Facebook: June 14, 2013 at 10:49pm

Kadang-kadang, kita terlalu keras pada diri kita dan menganggap bahwa diri kita kurang hanya gara-gara kita terlalu terpaku pada hasil. Kita kadang lupa menghargai proses berat yang telah kita lalui.

Kalau orang lain tidak memperhitungkan proses kita, mungkin itu wajar karena mereka tidak melihat atau merasakan upaya keras kita. Hal ini mungkin bisa dimaklumi. Namun diri kita! Kita tahu apa yang telah kita upayakan.

Kita perlu menghargai diri kita dan membawa diri kita bersyukur kepada Allah SWT yang telah menfasilitasi kita melalui proses tersebut. Bukankah semua kekuatan bersumber dari-Nya?

Menilai hasil memang penting, namun menilai sebatas hasil adalah hal yang kurang produktif dalam hidup ini. Bisa jadi, proses yang begitu berharga memberikan hasil yang belum memuaskan. Namun jangan lupa, bisa jadi itu pertanda langkah pertama dari puluhan/ratusan langkah menuju suatu kesuksesan.

Itulah pelajaran yang kudapatkan dari kejadian kemarin malam.
Kejadian apa gerangan?

Kemarin malam, saat saya sedang asyik membaca di kamar, sikecilku datang dengan wajah cemberut. Saat kutanyai, dia malah menangis. Oh my God, rupanya dia kecewa dengan gambarnya. Saya tahu, bahwa dalam dua malam, dia sibuk menggambar. Beberapa hari lalu, dia sih bilang dia mau ikut kompetisi merancang helm. Namun baru kemarin malam saya paham hubungan antara rancangan helm dan gambarnya.

Sambil nangsi, sikecilku bilang kalau gambarnya tidak cocok untuk helm berdasarkan komentar si Kakak. Entah apa komentar Kakak yang membuat adiknya sedih sekali. Saya tahu si Adik frustasi karena tak mungkin lagi dia merancang hal baru sedangkan keesokan harinya, rancangan harus dikumpulkan ke sekolah.

Suami saya mulai komentar. Suamiku pun kuberi signal pertanda saya siap menangani masalah si Adik. Setelah kami hanya berdua di kamar, saya mulai menerapkan teori reinforcement.
Saya berusaha meyakinkannya bahwa disainnya itu sangat spesial karena memang spesial buatku. Saya bilang “Ibu loh tak bisa menghasilkan karya sebaik ini, separuhnya pun Ibu tak sanggup.”

Saya menasehatinya. “Ini adalah hasil kerja keras, hasil imaginasi yang luar biasa. Ini adalah rancangan yang belum pernah ada. Ini karya baru. Ini hasil ketelatenan.” Saya yakinkan bahwa saya percaya, kurang dari 10% dari temannya yang bisa menghasilkan karya sebagus ini. Saya berharap, dia mengapresiasi karya yang telah dibuatnya dengan susah payah.

Saya katakan, “saya sendiri, kadang-kadang butuh waktu 2 minggu utk menghasilkan hanya 5 halaman tulisan yang bagus. Lah ini hanya 2 malam. De Fida sangat pantas bersyukur pada Allah.”

Dia diam mendengar. Dia berhenti menangis, lalu bilang, “tapi kerja saya lambat.” Kujawab, “Semua pekerjaan yang dikerjakan secara rinci atau telaten membutuhkan waktu. Saya pernah ke penjual batik di Madura dan ternyata batik-batik yang cantik itu ada yang dibuat selama satu bahkan tiga bulan. Padahal satu batik loh.”

Si kecilku bertanya "kok bisa?". Kujelaskan bahwa seperti itulah karya bermutu. Seorang profesional pun kadang-kadang harus menghabiskan waktu banyak untuk satu karya. Cuma kalau divideokan, tentu seakan-akan bisa selesai dalam waktu singkat.

Saya pun berkesempatan mengenalkannya satu konsep, yaitu copyright.
Saya bilang “Dari pengalaman menghasilkan satu rancangan, Adik tahu bahwa ini butuh waktu, butuh kreatifitas, proses berpikir keras, dan lain-lain. Ini karya asli, bukan hasil jiplakan. Nah, kalau karya Fida yang bagus ini, di copy orang lain, diakui sebagai karya orang lain, bahkan diperjualbelikan, ini namanya melanggar copyright dan malah bisa berakibat masuk penjara atau didenda uang.”

Hmmm, kelihatannya dia mulai tenang. Sambil kupijat, dan kucium dahinya beberapa kali. Saya pun membujuknya untuk shalat berjamaah Isya.

Sehabis shalat, saya membolehkan dia melanjutkan mewarnai gambarnya. Dia bilang “Kok Ibu membiarkan saya telat tidur” Maklum, saya sering bilang harus tidur sebelum jam 10. Saya set up alarm setiap 15 menit. Janjinya sih mau kerja sekitar 45 menit lalu tidur. Saya pun jadi menungguinya sambil nulis note di kamarnya.

Sedangkan si Kakak, juga baru menyelesaikan tugas menggambarnya. Wow, ternyata si Kakak juga pintar menggambar. Saat kubilang, “padahal Kakak kan tidak senang menggambar”. Katanya, "saya menggambar hanya karena alasan tugas dari sekolah". Hmmm, fenomena menarik.
O'o. Dalam pikiranku, untung Kakak sering dapat tugas menggambar dari sekolah, sehingga potensinya bisa dikembangkan.

So what? Peran saya malam ini hanyalah memotivasi anakku dan mendampinginya. Saya sama sekali tidak punya keahlian dalam seni. Kata anakku, “kok Ibu tak bisa menggambar?” Kujawab, “maklumlah, ibu ini orang desa yang tak punya fasilitas dan sekolah seperti kalian.” Seperti yang kutuliskan di note sebelumnya. Saat kecil, mainanku hanya renang pagi dan sore di sungai yang dipenuhi sampah. Kadang tidak pakai sabun melainkan pakai daun-daun untuk menggosok daki di badan. Keberuntungan yang dihadapi anakku tentunya karena pendidikan yang membawa kami ke kehidupan yang lebih kondusif.

Anakku, semoga pendampinganku malam ini memberi makna dalam proses pembelajaranmu.

Sebagai penutup, mari terus memotivasi anak-anak kita. Apa makna tambahan dari kejadian ini?
Kita tak harus ahli dalam bidang A untuk bisa memotivasi anak dalam bidang A. Aha, kita tidak harus ahli dalam matematika, sains dll untuk bisa memotivasi anak didik kita dalam bidang tersebut. Semoga catatan ini bermanfaat bagi pembacanya.

Fida suka menggambar

Tanggal 27 September 213, saat saya pulang dari kantor, Fida dengan bangga menunjukkan karyanya. Dia beberapa hari menonton video cara menggambar di youtube, dan akhirnya dia berhasil menggambar ini. Saya suka sekali. Tapi dia bilang, dia belum bisa menggambar jari tangannya. Saya memuji usahanya dan saya sendiri tidak bisa, bahkan saya tidak bisa menggambar 10% dari apa yang sdh digambarnya. Ayahnya juga memujinya. Dia kelihatan lega dari hasil usahanya yang mungkin membutuhkan waktu berjam-jam.

Nulis itu bermanfaat

Karena salah satu teman bertanya soal membelajarkan anak, saya jadi buka-buka catatan lama, yaitu blog yang pernah saya tulis sekitar 7 tahun lalu.
Saya pun jadi baca isinya.

Saya senang lihat gambar Fida dan senang membaca catatan pembelajaran saya.
Saya panggil Fida untuk lihat karyanya.
Dia bilang "wow".

Katanya coba bandingkan gambarku yang dulu sama yang sekarang.
Saya jadi mikir, kalau ada waktu senggang, saya mungkin bisa nulis atau arsipkan catatan saya tentang Fida di sini. Si Kaka Fika juga pernah buat blog.

Fida tersenyum melihat blog ini dan kemudia pergi menggambar lagi. Fida sekarang sudah besar, sudah berusia 11 tahun.